Senin, 21 Juni 2010

Yang Perlu diperhatikan oleh Para Penuntut Ilmu

Bertahun-tahun sudah kita luangkan waktu kita untuk menuntut ilmu. Suka duka yang dirasakan juga begitu banyak. Mengingat masa lalu terkadang membuat kita tersenyum, tertawa dan terkadang membuat kita menangis. Inilah kehidupan yang harus kita jalani. Kehidupan sebagai seorang thalibul’ilmi (Penuntut ilmu).

Akan tetapi, mungkin kita sering melupakan, apakah ilmu yang sekian lama kita kumpulkan yang telah kita dapatkan adalah ilmu yang bermanfaat ataukah sebaliknya.

Di dalam Al-Qur-an terkadang Allah Ta’ala menyebutkan ilmu pada kedudukan yang terpuji, yaitu ilmu yang bermanfaat. Dan terkadang Dia menyebutkan ilmu pada kedudukan yang tercela, yaitu ilmu yang tidak bermanfaat.

Adapun yang pertama, seperti firman Allah Ta’ala, “... Katakanlah: ‘Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?’...” [Az-Zumar: 9]

Firman Allah Ta’ala, “Allah menyatakan bahwasanya tidak ada ilah (yang berhak diibadahi dengan benar) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tidak ada ilah (yang berhak diibadahi dengan benar) melainkan Dia, Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” [Ali ‘Imran: 18]

Ini semua adalah ilmu yang bermanfaat.

Namun terkadang Allah Ta’ala mengabarkan keadaan suatu kaum yang diberikan ilmu, namun ilmu yang ada pada mereka tidak bermanfaat. Ini adalah ilmu yang bermanfaat pada hakikatnya, namun pemiliknya tidak mengambil manfaat dari ilmunya itu.

Allah Ta’ala berfirman, "Perumpamaan orang-orang yang diberi tugas membawa Taurat, kemudian mereka tidak membawanya (tidak mengamalkannya) adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Sangatlah buruk perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” [Al-Jumu’ah: 5]

Dan firman Allah Ta’ala, "Mereka hanya mengetahui yang lahir (tampak) dari kehidupan dunia; sedangkan terhadap (kehidupan) akhirat mereka lalai.” [Ar-Ruum: 7]

Karena itulah As-Sunnah membagi ilmu menjadi ilmu yang bermanfaat dan ilmu yang tidak bermanfaat, juga menganjurkan untuk berlindung dari ilmu yang tidak bermanfaat dan memohon kepada Allah Ta’ala ilmu yang bermanfaat. (Disarikan dari kitab Fadhlu ‘Ilmi Salaf ‘alal Khalaf (hal. 11-13), karya Imam Ibnu Rajab rahimahullaah, ta’liq dan takhrij Syaikh ‘Ali bin Hasan bin ‘Ali Abdul Hamid, cet. I, Daar ‘Ammar, th. 1406 H.)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (wafat th. 728 H) rahimahullaah mengatakan, “Ilmu adalah apa yang dibangun di atas dalil, dan ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang dibawa oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Terkadang ada ilmu yang tidak berasal dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, tetapi dalam urusan duniawi, seperti ilmu kedokteran, ilmu hitung, ilmu pertanian, dan ilmu perdagangan.”Majmuu’ al-Fataawaa (VI/388, XIII/136) dan Madaarijus Saalikiin (II/488)

Imam Ibnu Rajab (wafat th. 795 H) rahimahullaah mengatakan, “Ilmu yang bermanfaat menunjukkan pada dua hal.

Pertama, mengenal Allah Ta’ala dan segala apa yang menjadi hak-Nya berupa nama-nama yang indah, sifat-sifat yang mulia, dan perbuatan-perbuatan yang agung. Hal ini mengharuskan adanya pengagungan, rasa takut, cinta, harap, dan tawakkal kepada Allah serta ridha terhadap takdir dan sabar atas segala musibah yang Allah Ta’ala berikan.

Kedua, mengetahui segala apa yang diridhai dan dicintai Allah ‘Azza wa Jalla dan menjauhi segala apa yang dibenci dan dimurkai-Nya berupa keyakinan, perbuatan yang lahir dan batin serta ucapan. Hal ini mengharuskan orang yang mengetahuinya untuk bersegera melakukan segala apa yang dicintai dan diridhai Allah Ta’ala dan menjauhi segala apa yang dibenci dan dimurkai-Nya. Apabila ilmu itu menghasilkan hal ini bagi pemiliknya, maka inilah ilmu yang bermanfaat. Kapan saja ilmu itu bermanfaat dan menancap di dalam hati, maka sungguh, hati itu akan merasa khusyu’, takut, tunduk, mencintai dan mengagungkan Allah ‘Azza wa Jalla, jiwa merasa cukup dan puas dengan sedikit yang halal dari dunia dan merasa kenyang dengannya sehingga hal itu menjadikannya qana’ah dan zuhud di dunia.” Fadhlu ‘Ilmi Salaf ‘alal Khalaf (hal. 47).

Imam Mujahid bin Jabr (wafat th. 104 H) rahimahullaah mengatakan, “Orang yang faqih adalah orang yang takut kepada Allah Ta’ala meskipun ilmunya sedikit. Dan orang yang bodoh adalah orang yang berbuat durhaka kepada Allah Ta’ala meskipun ilmunya banyak.Al-Bidaayah wan Nihaayah (V/237).

Perkataan beliau rahimahullaah menunjukkan bahwa ada orang yang menuntut ilmu dan mengajarkannya, namun ilmu tersebut tidak bermanfaat bagi orang tersebut karena tidak membawanya kepada ketaatan kepada Allah Ta’ala.

Ketahuilah wahai saudara saudariku para Thoolibul ilmi, bahwasanya Rasullullah Shallallahua'alaihi wa sallam saja, yang merupakan manusia paling alim (memiliki ilmu) disetiap hari meminta kepada Allah ilmu yang bermanffat. adalah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam apabila masuk waktu pagi membaca :

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَرِزْقًا طَيِّبًا، وَعَمَلًا مُتَقَبَّلًا.

“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rizki yang baik, dan amal yang diterima” – dibaca pada waktu pagi.

[Shahih – Diriwayatkan oleh Ibnu Maajah (no. 925) dan Ibnus-Sunniy dalam ‘Amalul-Yaum wal-Lailah (no. 53); dari Ummu Salamah radliyallaahu ‘anhaa : “)

dan juga hadis yang diriwayatkan oleh seorang sahabat yang bernama Zaid bin Arqam bahwa Rasulullah r pernah berkata,

(اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لاَ يَنْفَعُ وَمِنْ قَلْبٍ لاَ يَخْشَعُ وَمِنْ نَفْسٍ لاَ تَشْبَعُ وَمِنْ دَعْوَةٍ لاَ يُسْتَجَابُ لَهَا )

Artinya : “Ya Allah. Sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyuk, dari jiwa yang tidak pernah merasa kenyang dan dari doa yang tidak dikabulkan.” (HR Muslim No. 6906 dan yang lainnya dengan lafaz-lafaz yang mirip)

Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam yang telah dijamin oleh Allah untuk menjadi pemimpin Bani Adam di hari akhir nanti, Namun meskipun begitu beliau Shallallahu'alaihi wa sallam betapa sangat sering mengulang doa-doa ini, apalagi kita, yang sangat Dhoif, Jahil dan banyak berlumuran dosa, sudah seharusnya kita selalu membacanya. dan memohon kepada Allah ilmu yang bermanfaat.


Mengetahui ciri-ciri ilmu yang bermanfaat dan yang tidak bermanfaat sangatlah penting.

Al Imam al-Hafizh Zainuddin Abul Faraj Abdurrahman bin Syihabuddin bin Ahmad bin Rajab Al Hambali menulis sebuah kitab dengan judul “Bayan Fadlu ‘ilmis Salaf’ ‘ala Ilmil-Khalaf” (Keutamaan ilmu salaf diatas ilmu khalaf). Kitab ini terkenal dan dipakai oleh umat Islam serta telah ditahqiq. Di dalamnya beliau menjelaskan, bahwa ilmu itu ada dua macam: ilmu yang bermanfaat dan ilmu yang tidak bermanfaat.

Oleh karena itu, berikut ini kami sebutkan beberapa ciri ilmu yang bermanfaat dan yang tidak bermanfaat yang dinukil dari kitab Al-Hafiz Ibnu Rajab Al-Hanbali yang berjudul Bayan Fadhli ‘ilmissalaf ‘ala ‘ilmilkhalaf.


Ciri-ciri ilmu yang bermanfaat di dalam diri seseorang :

  • Menghasilkan rasa takut dan cinta kepada Allah
  • Menjadikan hati tunduk atau khusyuk kepada Allah dan merasa hina di hadapan-Nya dan selalu bersikap tawaduk
  • Membuat jiwa selalu merasa cukup (qanaah) dengan hal-hal yang halal walaupun sedikit yang itu merupakan bagian dari dunia
  • Menumbuhkan rasa zuhud terhadap dunia
  • Senantiasa didengar doanya
  • Ilmu itu senantiasa berada di hatinya
  • Menganggap bahwa dirinya tidak memiliki sesuatu dan kedudukan
  • Menjadikannya benci akan tazkiah dan pujian
  • Selalu mengharapkan akhirat
  • Menunjukkan kepadanya agar lari dan menjauhi dunia. Yang paling menggiurkan dari dunia adalah kepemimpinan, kemasyhuran dan pujian
  • Tidak mengatakan bahwa dia itu memiliki ilmu dan tidak mengatakan bahwa orang lain itu bodoh, kecuali terhadap orang-orang yang menyelisihi sunnah dan ahlussunnah. Sesungguhnya dia mengatakan hal itu karena hak-hak Allah, bukan untuk kepentingan pribadinya.
  • Berbaik sangka terhadap ulama-ulama salaf (terdahulu) dan berburuk sangka pada dirinya.
  • Mengakui keutamaan-keutamaan orang-orang yang terdahulu di dalam ilmu dan merasa tidak bisa menyaingi martabat mereka
  • Sedikit berbicara karena takut jika terjadi kesalahan dan tidak berbicara kecuali dengan ilmu. Sesungguhnya, sedikitnya perkataan-perkataan yang dinukil dari orang-orang yang terdahulu bukanlah karena mereka tidak mampu untuk berbicara, tetapi karena mereka memiliki sifat wara’ dan takut pada Allah Taala.

Adapun ciri-ciri ilmu yang tidak bermanfaat di dalam diri seseorang :

  • Ilmu yang diperoleh hanya di lisan bukan di hati
  • Tidak menumbuhkan rasa takut pada Allah
  • Tidak pernah kenyang dengan dunia bahkan semakin bertambah semangat dalam mengejarnya
  • Tidak dikabulkan doanya
  • Tidak menjauhkannya dari apa-apa yang membuat Allah murka
  • Semakin menjadikannya sombong dan angkuh
  • Mencari kedudukan yang tinggi di dunia dan berlomba-lomba untuk mencapainya
  • Mencoba untuk menyaing-nyaingi para ulama dan suka berdebat dengan orang-orang bodoh
  • Tidak menerima kebenaran dan sombong terhadap orang yang mengatakan kebenaran atau berpura-pura meluruskan kesalahan karena takut orang-orang lari darinya dan menampakkan sikap kembali kepada kebenaran
  • Mengatakan orang lain bodoh, lalai dan lupa serta merasa bahwa dirinya selalu benar dengan apa-apa yang dimilikinya
  • Selalu berburuk sangka terhadap orang-orang yang terdahulu
  • Banyak bicara dan tidak bisa mengontrol kata-kata

Wallahua'lam...

Maraji’:


Ustadz Abu Ahmad Said Yai, Lc

Bayan Fadhli ‘Ilmissalaf “ala ‘Ilmilkhalaf
oleh Al-Hafiz Ibnu Rajab Al-Hanbali, Penerbit : Dar Al-Basya’ir Al-Islamiah
Shahih
Muslim, Penerbit : Dar As-Salam



Nanga Pinoh,Kalbar
21 Juni 2010
oleh : Abu Abdillah Ad Dani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tafaddhol,, tinggalkan komentar...