Minggu, 25 Juli 2010

Saudariku, Apa yang Menghalangimu untuk Berjilbab?

Saudariku…
Seorang mukmin dengan mukmin lain ibarat cermin. Bukan cermin yang memantulkan bayangan fisik, melainkan cermin yang menjadi refleksi akhlak dan tingkah laku. Kita dapat mengetahui dan melihat kekurangan kita dari saudara seagama kita. Cerminan baik dari saudara kita tentulah baik pula untuk kita ikuti. Sedangkan cerminan buruk dari saudara kita lebih pantas untuk kita tinggalkan dan jadikan pembelajaran untuk saling memperbaiki.

Saudariku…
Tentu engkau sudah mengetahui bahwa Islam mengajarkan kita untuk saling mencintai. Dan salah satu bukti cinta Islam kepada –kaum wanita– adalah perintah untuk berjilbab. Namun, kulihat engkau masih belum mengambil “kado istimewa” itu. Kudengar masih banyak alasan yang menginap di rongga-rongga pikiran dan hatimu setiap kali kutanya, “Kenapa jilbabmu masih belum kau pakai?” Padahal sudah banyak waktu kau luangkan untuk mengkaji ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang perintah jilbab. Sudah sekian judul buku engkau baca untuk memantapkan hatimu agar segera berjilbab. Juga ribuan surat cinta dari saudara/i mu yang menginginkan agar jilbabmu itu segera kau kenakan. Lalu kenapa, jilbabmu masih terlipat rapi di dalam lemari dan bukan terjulur untuk menutupi dirimu?

“Katakanlah kepada wanita-wanita beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak daripadanya.’” (Qs. An-Nuur: 31)

Saudariku, berjilbab bukan hanya sebuah identitas bagimu untuk menunjukkan bahwa engkau adalah seorang muslimah. Tetapi jilbab adalah suatu bentuk ketaatanmu kepada Allah Ta’ala, selain shalat, puasa, dan ibadah lain yang telah engkau kerjakan. Jilbab juga merupakan konsekuensi nyata dari seorang wanita yang menyatakan bahwa dia telah beriman kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Selain itu, jilbab juga merupakan lambang kehormatan, kesucian, rasa malu, dan kecemburuan. Dan semua itu Allah jadikan baik untukmu. Tidakkah hatimu terketuk dengan kasih sayang Rabb kita yang tiada duanya ini?

Ketika Ditanya kenapa ukhty belum berjilbab? Mereka akan menjawab “Aku Belum Berjilbab, Karena…”

1. “Hatiku masih belum mantap untuk berjilbab. Jika hatiku sudah mantap, aku akan segera berjilbab. Lagipula aku masih melaksanakan shalat, puasa dan semua perintah wajib kok..”

Wahai saudariku… Sadarkah engkau, siapa yang memerintahmu untuk mengenakan jilbab? Dia-lah Allah, Rabb-mu, Rabb seluruh manusia, Rabb alam semesta. Engkau telah melakukan berbagai perintah Allah yang berpangkal dari iman dan ketaatan, tetapi mengapa engkau beriman kepada sebagian ketetapan-Nya dan ingkar terhadap sebagian yang lain, padahal engkau mengetahui bahwa sumber dari semua perintah itu adalah satu, yakni Allah Subhanahu wa Ta’ala?

Seperti shalat dan amalan lain yang senantiasa engkau kerjakan, maka berjilbab pun adalah satu amalan yang seharusnya juga engkau perhatikan. Allah Ta’ala telah menurunkan perintah hijab kepada setiap wanita mukminah. Maka itu berarti bahwa hanya wanita-wanita yang memiliki iman yang ridha mengerjakan perintah ini. Adakah engkau tidak termasuk ke dalam golongan wanita mukminah?

Ingatlah saudariku, bahwa sesungguhnya keadaanmu yang tidak berjilbab namun masih mengerjakan amalan-amalan lain, adalah seperti orang yang membawa satu kendi penuh dengan kebaikan akan tetapi kendi itu berlubang, karena engkau tidak berjilbab. Janganlah engkau sia-siakan amal shalihmu disebabkan orang-orang yang dengan bebas di setiap tempat memandangi dirimu yang tidak mengenakan jilbab. Silakan engkau bandingkan jumlah lelaki yang bukan mahram yang melihatmu tanpa jilbab setiap hari dengan jumlah pahala yang engkau peroleh, adakah sama banyaknya?


2. “Iman kan letaknya di hati. Dan yang tahu hati seseorang hanya aku dan Allah.”

Duhai saudariku…Tahukah engkau bahwa sahnya iman seseorang itu terwujud dengan tiga hal, yakni meyakini sepenuhnya dengan hati, menyebutnya dengan lisan, dan melakukannya dengan perbuatan?

Seseorang yang beramal hanya sebatas perbuatan dan lisan, tanpa disertai dengan keyakinan penuh dalam hatinya, maka dia termasuk ke dalam golongan orang munafik. Sementara seseorang yang beriman hanya dengan hatinya, tanpa direalisasikan dengan amal perbuatan yang nyata, maka dia termasuk kepada golongan orang fasik. Keduanya bukanlah bagian dari golongan orang mukmin. Karena seorang mukmin tidak hanya meyakini dengan hati, tetapi dia juga merealisasikan apa yang diyakininya melalui lisan dan amal perbuatan. Dan jika engkau telah mengimani perintah jilbab dengan hatimu dan engkau juga telah mengakuinya dengan lisanmu, maka sempurnakanlah keyakinanmu itu dengan bersegera mengamalkan perintah jilbab.

3. “Aku kan masih muda…”

Saudariku tercinta… Engkau berkata bahwa usiamu masih belia sehingga menahanmu dari mengenakan jilbab, dapatkah engkau menjamin bahwa esok masih untuk dirimu? Apakah engkau telah mengetahui jatah hidupmu di dunia, sehingga engkau berkata bahwa engkau masih muda dan masih memiliki waktu yang panjang? Belumkah engkau baca firman Allah ‘Azza wa Jalla yang artinya,

“Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, jika kamu sesungguhnya mengetahui.” (Qs. Al-Mu’minuun: 114)

“Pada hari mereka melihat adzab yang diancam kepada mereka, (mereka merasa) seolah-olah tidak tinggal (di dunia) melainkan sesaat pada siang hari. (Inilah) waktu pelajaran yang cukup.” (Qs. Al-Ahqaaf: 35)

Tidakkah engkau perhatikan tetanggamu atau teman karibmu yang seusia denganmu atau di bawah usiamu telah menemui Malaikat Maut karena perintah Allah ‘Azza wa Jalla? Tidakkah juga engkau perhatikan si fulanah yang kemarin masih baik-baik saja, tiba-tiba menemui ajalnya dan menjadi mayat hari ini? Tidakkah semua itu menjadi peringatan bagimu, bahwa kematian tidak hanya mengetuk pintu orang yang sekarat atau pun orang yang lanjut usia? Dan Malaikat Maut tidak akan memberimu penangguhan waktu barang sedetik pun, ketika ajalmu sudah sampai. Setiap hari berlalu sementara akhiratmu bertambah dekat dan dunia bertambah jauh. Bekal apa yang telah engkau siapkan untuk hidup sesudah mati? Ketahuilah saudariku, kematian itu datangnya lebih cepat dari detak jantungmu yang berikutnya. Jadi cepatlah, jangan sampai terlambat…

4. “Jilbab bikin rambutku jadi rontok…”

Sepertinya engkau belum mengetahui fakta terbaru mengenai ‘canggih’nya jilbab. Dr. Muhammad Nidaa berkata dalam Al-Hijaab wa Ta’tsiruuha ‘Ala Shihhah wa Salamatus Sya’ri tentang pengaruh jilbab terhadap kesehatan dan keselamatan rambut,

“Jilbab dapat melindungi rambut. Penelitian dan percobaan telah membuktikan bahwa perubahan cuaca dan cahaya matahari langsung akan menyebabkan hilangnya kecantikan rambut dan pudarnya warna rambut. Sehingga rambut menjadi kasar dan berwarna kusam. Sebagaimana juga udara luar (oksigen) dan hawa tidaklah berperan dalam pertumbuhan rambut. Karena bagian rambut yang terlihat di atas kepala yang dikenal dengan sebutan batang rambut tidak lain adalah sel-sel kornea (yang tidak memiliki kehidupan). Ia akan terus memanjang berbagi sama rata dengan rambut yang ada di dalam kulit. Bagian yang aktif inilah yang menyebabkan rambut bertambah panjang dengan ukuran sekian millimeter setiap hari. Ia mendapatkan suplai makanan dari sel-sel darah dalam kulit.

Dari sana dapat kita katakan bahwa kesehatan rambut bergantung pada kesehatan tubuh secara umum. Bahwa apa saja yang mempengaruhi kesehatan tubuh, berupa sakit atau kekurangan gizi akan menyebabkan lemahnya rambut. Dan dalam kondisi mengenakan jilbab, rambut harus dicuci dengan sabun atau shampo dua atau tiga kali dalam sepekan, menurut kadar lemak pada kulit kepala. Maksudnya apabila kulit kepala berminyak, maka hendaklah mencuci rambut tiga kali dalam sepekan. Jika tidak maka cukup mencucinya dua kali dalam sepekan. Jangan sampai kurang dari kadar ini dalam kondisi apapun. Karena sesudah tiga hari, minyak pada kulit kepala akan berubah menjadi asam dan hal itu akan menyebabkan patahnya batang rambut, dan rambut pun akan rontok.” (Terj. Banaatunaa wal Hijab hal. 66-67)


5. “Kalau aku pakai jilbab, nanti tidak ada laki-laki yang mau menikah denganku. Jadi, aku pakai jilbabnya nanti saja, sesudah menikah.”

Wahai saudariku… Tahukah engkau siapakah lelaki yang datang meminangmu itu, sementara engkau masih belum berjilbab? Dia adalah lelaki dayyuts, yang tidak memiliki perasaan cemburu melihatmu mengobral aurat sembarangan. Bagaimana engkau bisa berpendapat bahwa setelah menikah nanti, suamimu itu akan ridha membiarkanmu mengulur jilbab dan menutup aurat, sementara sebelum pernikahan itu terjadi dia masih santai saja mendapati dirimu tampil dengan pakaian ala kadarnya? Jika benar dia mencintai dirimu, maka seharusnya dia memiliki perasaan cemburu ketika melihat auratmu terbuka barang sejengkal saja. Dia akan menjaga dirimu dari pandangan liar lelaki hidung belang yang berkeliaran di luar sana. Dia akan lebih memilih dirimu yang berjilbab daripada dirimu yang tanpa jilbab. Inilah yang dinamakan pembuktian cinta yang hakiki!

Maka, jika datang seorang lelaki yang meminangmu dan ridha atas keadaanmu yang masih belum berjilbab, waspadalah. Jangan-jangan dia adalah lelaki dayyuts yang menjadi calon penghuni Neraka. Sekarang pikirkanlah olehmu saudariku, kemanakah bahtera rumah tanggamu akan bermuara apabila nahkodanya adalah calon penghuni Neraka?



Bersambung InsyaAllah....


Nanga Pinoh,Kalbar
25 Juli 2010
diedit oleh : Abu Abdillah Ad Dani

Jumat, 09 Juli 2010

PERISTIWA TENTARA GAJAH

Kisah ini sangat populer. Bangsa Arab mengabadikannya sebagai petunjuk penanggalan ('amul fil atau tahun gajah). Peristiwa ini menjadi salah satu bukti perhatian Allah kepada rumahNya, yaitu Ka'bah di Mekkah.

Awal cerita. Abrahah merupakan salah satu pemimpin pasukan yang dikirim Raja An Najasyi untuk memerangi penguasa zalim di Yaman, yang telah membunuh banyak kaum mukminin pada masa itu, yaitu yang kita kenal dalam kisah ashabul ukhdud, Yang pada akhirnya pasukan utusan Raja An Najasyi ini berhasil mengalahkan tentara Yaman. dan Abrahah menjadi wakil Raja An Najasyi di Yaman.

Abrahah yang telah menjadi penguasa Yaman, menyaksikan begitu banyak orang berduyun-duyun menuju Ka'bah, Baitul Haram.

Dia bertanya,”Kemana mereka pergi?”
Dijawab: “Mereka menuju Ka'bah di Mekkah untuk menunaikan ibadah haji".
Dia bertanya,”Ka'bah itu apa?”
Mereka menjawab,”Rumah yang terbuat dari bebatuan.”
Dia bertanya kembali,”Apa kain penutupnya?"
Mereka menjawab,”Kain yang didatangkan dari sini.”
Mendengar penjelasan seperti ini, maka ia bertekad dengan menegaskan: “Aku akan mendirikan bangunan yang lebih baik darinya”.

Dia pun segera menitahkan pembangunan kanisah (gereja) besar di Shan'a. Segala nilai seni dan beragam keindahan menghiasinya. Tempat ibadah ini dikenal dengan nama Qullais. Sebuah gereja yang pada zaman itu, kemegahannya tidak ada tandingan di muka bumi. Kemudian ia menulis kepada Raja An Najasyi dengan berkata: “Wahai, Baginda Raja. Aku telah membangun sebuah gereja yang belum pernah dibangun gereja sebesar itu sebelum engkau. Aku belum puas sehingga mampu memalingkan pelaksanaan haji bangsa Arab kepadanya”.

Niat busuknya itu sampai ke telinga seseorang dari Bani Kinanah. Maka orang dari Bani Kinanah ini mencoba masuk ke dalamnya saat malam tiba. Dia lumuri arah kiblatnya dengan bekas kotorannya. Tatkala Abrahah mengetahui kejadian itu, emosinya langsung menyala. Dia bersumpah akan mendatangi dan menghancurkan Ka'bah. Abrahah segera menyiapakan pasukan dengan berkekuatan beberapa gajah.

Mendengar berita tersebut, orang-orang Arab kebingungan. Mereka mengetahui, kekuatan pasukan Abrahah sama sekali tidak sebanding dengan kekuatan yang mereka miliki. Tetapi bagaimanapun juga, bagi bangsa Arab, melawan pasukan Gajah menjadi kewajiban, karena Abrahah bermaksud menghancurkan Ka'bah Baitullah Al Haram.

Beberapa kabilah yang dilewati perjalanan pasukan bergajah itu, berusaha menghambat langkah tentara Abrahah. Namun usaha mereka tidak mendapatkan hasil. Pasukan Abrahah dengan gajahnya terlalu kuat untuk dikalahkan oleh bangsa Arab.

Saat Abrahah dan prajuritnya sudah mendekati Mekkah, mereka menjumpai onta-onta milik Abdul Muththalib dan kemudian menangkapinya. Maka sang pemilik, Abdul Muththalib mendatangi Abrahah untuk meminta kembali harta miliknya, yaitu onta-onta yang telah diambil.

Abdul Muththalib adalah sosok yang rupawan. Wajahnya memancarkan kewibawaan dan ketenangan. Oleh karena itu, Abrahah menghormati dan memuliakannya. Kemudian Abdul Muththalib menyampaikan maksud kedatangannya, yaitu untuk meminta kembali onta-ontanya.

Mendengar permintaan ini, Abrahah kaget, seraya berkata kepada Abdul Muththalib: “Engkau kemari untuk membicarakan onta-onta, tidak ingin membicarakan tentang rumah yang merupakan pusat keagungan, kemuliaanmu dan nenek moyangmu?”

Mendengar pernyataan Abrahah seperti itu, maka Abdul Muthtalib menjawab dengan ungkapan bak kata mutiara : “Aku adalah pemilik onta-onta itu. Adapun rumah itu (Ka'bah) mempunyai pemilik yang akan memeliharanya”.

Kemudian Abdul Muththalib pulang untuk membuka pintu Ka'bah. Bersama beberapa orang Quraisy, ia memanjatkan doa kepada Allah supaya menurunkan keselamatan dan kebebasan dari pasukan Abrahah. Setelah itu, mereka bergegas menuju gunung-gunung di sekitar Ka'bah untuk melihat apa yang akan dilakukan Abrahah dan pasukannya terhadap Ka'bah.

Gajah besar yang berada dalam pasukan Abrahah, selalu menolak untuk berjalan tatkala diarahkan menuju Mekkah, tetap duduk di tempatnya. Namun, apabila diarahkan ke tempat lain, ia berjalan dan berlari. Meski demikian, Abrahah dan bala tentaranya bersikeras tetap menuju Ka'bah untuk menghancurkannya.

Tidak berapa lama kemudian, Allah mengutus burung-burung yang berbondong-bondong. Di patuk dan kedua kaki burung-buru itu terdapat batu-batu kecil. Makhluk-makhluk tersebut melempari pasukan Abrahah dengan kerikil-kerikil yang dibawanya. Orang yang terkena lemparan batu tersebut, tubuhnya langsung terkoyak dan mati.

Melihat keadaan ini, pasukan yang selamat mencoba melarikan diri, tetapi mereka berjatuhan di jalanan dan di setiap tempat. Siksa yang menyakitkan telah didatangkan Allah menimpa pada Abrahah dan pasukannya. Allah mengabadikannya dalam surat Al Fil. Allah berfirman, yang artinya: Dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong. Yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar. Lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat). "[Al Fil : 3-5].

Rasulullah juga bersabda. "Sesungguhnya Allah menahan tentara gajah dari Mekkah, dan menjadikan Rasul dan kaum Mukminin menguasainya". [HR Syaikhani: Bukhari, no. 109; Muslim, no. 2414].

Menurut riwayat Ath Thabari yang sanadnya hasan, dari Qatadah. Dia menafsirkan ayat pertama surat Al Fil dengan mengatakan: “Abrahah Al Asyram datang dari Habasyah. Dia didukung pasukan dari Yaman menuju Baitullah untuk menghancurkannya, lantaran rumah ibadah mereka yang di Yaman dinodai bangsa Arab. Mereka menyerang dengan pasukan gajah. Ketika sampai di daerah Shifah [Daerah antara Hunain dan jalan-jalan yang menghubungkan kota suci Mekkah, dari arah Yaman], gajah tersebut duduk. Gajah ini, bila dihadapkan ke arah Baitullah, maka akan tetap berhenti. Tapi bila mereka mengarahkannya menuju negeri asal mereka, dengan sigap berdiri dan berlari-lari kecil. Tatkala, mereka berada di Nakhlah Yamaniah, Allah mengirimkan burung putih yang sangat banyak. Setiap satu ekor burung membawa tiga batu, dua di kakinya dan satu di paruhnya. Burung-burung ini melempari mereka dengan batu-batu itu, sampai Allah menjadikan mereka bak dedaunan yang dimakan ulat. Abrahah selamat dari kematian di tempat peristiwa itu. Namun tidaklah ia melewati satu daerah, kecuali sebagian daging dari tubuhnya berjatuhan, sampai akhirnya ia dapat menemui kaumnya dan memberi informasi kepada mereka, dan akhirnya mati” [Riwayat ini mempunyai syahid, yang disebutkan Al Hafizh Ibnu Hajar dari Ibnu Murdawaih dengan sanad hasan, dari Ikrimah dari Ibnu 'Abbas dengan redaksi yang mirip secara ringkas. Lihat Fathul Bari (12/207). ].

Dari musibah yang ditimpakan kepada Abrahah dan pasukannya, kita dapat memetik pelajaran berharga. Tatkala Abrahah dan kaumnya ingin berbuat buruk kepada Ka'bah, maka Allah menghabisi mereka. Namun ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabat akan menaklukkan kota Mekkah untuk membersihkannya dari praktek paganisme, mereka ditolong dan diberi kemudahan oleh Allah Azza wa Jalla.


Wallahu a’lam.


Maraji`:
1. As Sirah An Nabawiyyah Fi Dhaui Al Qur`an Wa As Sunnah, Dr. Muhammad bin Muhammad Abu Syahbah. Darul Qalam, Damaskus, Cet. VI, Th. 1423H-2002M.
2. Ar Rahiqul Makhtum, Shafiyyur Rahman Al Mubarakfuri, Jami’ah Salafiyyah, India, Cet. VI, Th. 1428H-1997M.


Nanga Pinoh, KALBAR (9 Juli 2010)
Diedit oleh : Abu Abdillah Ad Dani

Senin, 05 Juli 2010

Sunnah yang Dilupakan: Bacaan Setelah Membaca Al Qur’an

Penjelasan menarik mengenai bacaan penutup setelah membaca Al Qur’an.

Sesungguhnya menghidupkan sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah termasuk amal yang sangat bernilai untuk mendekatkan diri kepada Allah.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang mengajak orang lain kepada kebaikan maka baginya pahala semua orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun” (HR Muslim).

Saudara saudariku, berikut ini adalah sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sudah dilalaikan oleh banyak orang.

Setelah selesai membaca al Qur’an dianjurkan untuk mengucapkan bacaan berikut ini: Subhanakallahumma wa bihamdika laa ilaha illa anta astaghfiruka wa atubu ilaika. Yang artinya: maha suci Engkau ya Allah sambil memuji-Mu. Tiada sesembahan yang berhak disembah melainkan Engkau. Aku memohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.

Dalilnya, dari Aisyah beliau berkata, “Tidaklah Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- duduk di suatu tempat atau membaca al Qur’an ataupun melaksanakan shalat kecuali beliau akhiri dengan membaca beberapa kalimat”. Akupun bertanya kepada Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, “Ya Rasulullah, tidaklah anda duduk di suatu tempat, membaca al Qur’an ataupun mengerjakan shalat melainkan anda akhiri dengan beberapa kalimat?” Jawaban beliau, “Betul, barang siapa yang mengucapkan kebaikan maka dengan kalimat tersebut amal tadi akan dipatri dengan kebaikan. Barang siapa yang mengucapkan kejelekan maka kalimat tersebut berfungsi untuk menghapus dosa. Itulah ucapan Subhanakallahumma wa bihamdika laa ilaha illa anta astaghfiruka wa atubu ilaika. ”

Hadits di atas sanadnya shahih, diriwayatkan oleh Nasai dalam Sunan Kubro 9/123/1006, Thabrani dalam ad Du-a no 1912, Sam’ani dalam Adab al Imla’ wa al Istimla’ hal 75 dan Ibnu Nashiruddin dalam Khatimah Taudhih al Musytabih 9/282.

Al Hafizh Ibnu Hajar dalam an Nukat 2/733 mengatakan, “Sanadnya shahih”. Syaikh al Albani dalam Shahihah 7/495 mengatakan, “Sanad ini adalah sanad yang juga shahih menurut kriteria Muslim”. Syaikh Muqbil al Wadi’I dalam al Jami’ al Shahih mimma laisa fi al Shahihain 2/12 mengatakan, “Hadits ini adalah hadits yang shahih”.

Hadits ini diberi judul bab oleh Nasai dengan judul “Bacaan penutup setelah membaca al Qur’an”.


Catatan:
Realita menunjukkan bahwa ketika banyak orang meninggalkan amalan yang sesuai dengan sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam maka muncullah amalan yang mengada-ada.Banyak orang mengganti bacaan yang sesuai sunah Nabi di atas dengan bacaan tashdiq yaitu ucapan Shadaqallahul ‘azhim yang sama sekali tidak ada dalilnya.


Wallahua'lam


Nanga Pinoh (Kalbar), 5 Juli 2010
diedit oleh : Abu Abdillah
sumber: ustadzaris.com

Sabtu, 03 Juli 2010

Bolehkah Berobat Dengan Sesuatu yang Haram?

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah ditanya, jika para dokter berkata kepada orang yang sakit : “Tidak ada lagi obat untukmu selain makan daging anjing atau babi”, bolehkah ia memakannya? Atau jika ia diberi resep berupa khamr atau nabidz (Nabidz : Minuman memabukkan yang terbuat dari juice anggur, kurma, dll yang dibiarkan sampai memabukkan. ( Al-mu’jam Al-wasith 897 ) bolehkah ia meminumnya?

Beliau menjawab :

Tidak boleh berobat dengan khamr dan barang haram yang lain dengan dalil-dalil berikut :

1. Hadits Wail bin Hujur radliyallahu ‘anhu bahwa Thariq bin Suwaid Al-Ju’fiy bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tentang khamr. Beliaupun melarang khamr. Maka Thariq berkata : “Saya hanya membuatnya untuk obat.” Beliau bersabda :

.إنه ليس بدواء ولكنه داء

“Sesungguhnya ia bukan obat tapi justru penyakit.” ( HR Ahmad dan Muslim ).( HR Muslim Kitab Asyribah no.12

2. Dan Abu Darda radliyallahu ‘anhu berkata : Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

إن الله أنزل الداء وأنزل الدواء وجعل لكل داء دواء فتداووا ولا تداووا بحرام

“Sesungguhnya Allah menurunkan penyakit dan menurunkan obat dan menciptakan obat untuk setiap penyakit. Maka berobatlah dan jangan berobat dengan barang haram!” ( HR Abu Dawud HR Abu Dawud Kitab Thibb no. 3874,

3. Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu berkata : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang berobat dengan barang haram.” Dan dalam sebuah riwayat : “Maksudnya adalah racun.” ( HR Ahmad 2/305, Ibnu Majah Kitab Thibb bab 11, Tirmidzi Kitab Thibb bab 7).

4. Abdurrahman bin Utsman radliyallahu ‘anhu berkata : “Seorang tabib menyebut suatu obat disisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan mengatakan bahwa salah satu ramuannya adalah katak. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang membunuh katak.” (HR Ahmad 3/453, Nasai Kitab Shaid bab 36, Abu Dawud Kitab Thibb bab 11.).

5. Abdullah bin Mas’ud radliyallahu ‘anhu berkata tentang minuman yang memabukkan :

إن إن الله لم يجعل شفاءكم فيما حرم عليكم

“Sesungguhnya Allah tidaklah menjadikan kesembuhan kalian pada apa yang Dia haramkan atas kalian.” ( HR Bukhari dan diriwayatkan oleh Abu Hatim bin Hibban dalam shahihnya secara marfu’ kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ) (HR Bukhari Kitab Asyribah bab 15.)

Dalil-dalil ini dan sejenisnya jelas menunjukkan haramnya berobat dengan barang haram dan jelas mengharamkan (pengobatan dengan) khamr yang merupakan induk keburukan dan sumber segala dosa.

Adapun perkataan para dokter yang mengatakan bahwa penyakit tersebut tak bisa disembuhkan kecuali dengan obat ini, maka ini adalah perkataan orang yang tidak tahu, dan tidak akan diucapkan oleh orang yang (benar-benar) tahu kedokteran, apalagi orang yang mengenal Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam, karena kesembuhan tidak memiliki suatu sebab tertentu yang pasti. Tidak seperti rasa kenyang yang memiliki sebab tertentu yang pasti. Karena ada orang yang disembuhkan Allah tanpa obat, dan ada yang disembuhkan oleh Allah dengan obat-obat dalam tubuh –baik yang halal maupun haram-. Terkadang obat dipakai tapi tidak membawa kesembuhan, karena ada syarat yang tak terpenuhi atau adanya penghalang. Tidak seperti makan yang merupakan sebab rasa kenyang. Karenanya Allah membolehkan memakan barang haram bagi orang yang mudltor (terpaksa) ketika terpaksa oleh kelaparan, karena rasa laparnya hilang dengan makan dan tidak hilang dengan selain makan. Bahkan bisa mati atau sakit karena kelaparan. Karena (makan) adalah satu-satunya jalan untuk kenyang, Allah membolehkannya. Tidak seperti obat-obatan yang haram ( bukan satu-satunya jalan untuk sembuh).

Bahkan bisa dikatakan bahwa berobat dengan obat-obatan yang haram adalah tanda adanya penyakit dalam hati seseorang, yaitu pada imannya. Karena jika ia adalah bagian dari umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang beriman, maka Allah tidaklah menjadikan kesembuhannya pada apa yang diharamkan.Oleh karena itu, jika ia terpaksa makan bangkai atau sejenisnya, wajib baginya untuk memakannya menurut pendapat yang masyhur dari keempat imam madzhab. Sedangkan berobat (dengan barang halal sekalipun), hukumnya tidak wajib menurut sebagian besar ulama, (Lihat bantahan secara rinci terhadap orang yang mengkiaskan bolehnya berobat dengan barang haram atas bolehnya makan makanan haram karena dlarurah, di Majmu’ Fatawa 24/268!) Bahkan mereka berbeda pendapat, apakah yang lebih afdol berobat atau meninggalkannya karena tawakkal.

Dan diantara dalil yang memperjelas hal ini, ketika Allah mengharamkan bangkai, darah, daging babi dsb, Dia tidak menghalalkannya kecuali untuk orang yang terpaksa (mudltor) dengan syarat tidak berlebihan dan tidak dalam keadaan maksiyat, sebagaimana disebutkan dalam ayat : (( Maka barangsiapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa,sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.) (QS. Al-Maidah:3). Dan kita ketahui bahwa berobat tidaklah termasuk kategori terpaksa, sehingga tidak boleh berobat dengannya.

Adapun barang haram yang dibolehkan karena hajah ( kebutuhan ) Syaikhul Islam menyebutkan kaidah “Ma ubiha lil hajati jazat tadawi bihi wama ubiha lidl dlarurati fala yajuzut tadawi bihi” (Apa yang dibolehkan karena kebutuhan boleh dipakai berobat, dan apa yang dibolehkan karena keterpaksaan tidak boleh dipakai berobat). -maksudnya dibolehkan tidak hanya karena dlarurah ( keterpaksaan ) - seperti memakai sutera, telah disebutkan dalam hadits shahih bahwa Nabi memberikan rukhshah ( keringanan ) bagi Zubair bin ‘Awwam dan Abdurrahman bin ‘Auf radliyallahu ‘anhuma untuk memakai sutera karena gatal pada tubuh beliau berdua. Ini boleh menurut pendapat yang benar di kalangan ulama karena memakai sutera hanya diharamkan jika dalam keadaan tidak perlu. Karenanya dibolehkan untuk wanita mengingat kebutuhan mereka untuk berhias dengannya, dan dibolehkan bagi mereka untuk menutup aurat dengannya tanpa pengecualian. Demikian pula kebutuhan untuk berobat dengannya. Bahkan hal itu mestinya lebih dibolehkan lagi. Sutera diharamkan karena unsur berlebih-lebihan, pamer dan kesombongan. Unsur-unsur ini tidak ada ketika ada kebutuhan. Demikian pula boleh memakai sutera karena dingin, atau karena tak punya penutup aurat selain sutera.


Wallahua'lam.......


(Diterjemahkan dan diringkas oleh Ustadz Abu Bakr Anas Burhanuddin, Lc., M.A. dari Majmu’ Fatawa 24/266-276)




03 Juli 2010, Nanga Pinoh (Kalbar)

diedit oleh : Abu Abdillah Ad Dani

Jumat, 02 Juli 2010

Mengenal keberkahan...

Segala puji hanya milik Allah Ta’ala, Dzat yang telah melimpahkan berbagai kenikmatan kepada kita semua. Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga, dan seluruh sahabatnya. Amiin.

Betapa sering kita mengucapkan, mendengar, mendambakan dan berdoa untuk mendapatkan keberkahan. Keberkahan dalam umur, keberkahan dalam keluarga, keberkahan dalam usaha, keberkahan dalam harta benda, dll. Akan tetapi, pernahkah kita bertanya, "Apakah sebenarnya keberkahan itu? Dan bagaimana keberkahan dapat diperoleh?"

Mungkinkah berkah itu hanya terwujud dalam “berkat” yang berhasil kita bawa pulang setiap kali kita menghadiri suatu pesta atau undangan?

Mungkinkah keberkahan itu hanya milik para kiyai, atau tukang ramal, juru-juru kuncen kuburan, sehingga bila salah seorang dari kita memiliki suatu hajatan, ia datang kepada mereka untuk “ngalap berkah”, agar cita-cita kita tercapai? (Ngalap berkah semacam ini adalah perbuatan yang diharamkan dalam Islam)

“Berkah” atau “Al Barokah” bila kita pelajari dengan sebenarnya, baik melalui ilmu bahasa arab atau melalui dalil-dalil dalam Al Qur’an dan As Sunnah, niscaya kita akan mendapatkan bahwa “al Barokah” memiliki kandungan dan pemahaman yang sangat luas dan agung. Secara ilmu bahasa, “Al Barokah” berartikan: “Berkembang, bertambah dan kebahagiaan. (Al Misbah Al Munir oleh Al Faiyyumy 1/45, Al Qomus Al Muhith oleh Al Fairuz Abadi 2/1236, & Lisanul Arab oleh Ibnu Manzhur 10/395. )

Imam An Nawawi berkata: “Asal makna keberkahan ialah kebaikan yang banyak dan abadi.” (Syarah Shohih Muslim oleh An Nawawi 1/225. )

Adapun bila ditinjau melalui dalil-dalil dalam Al Qur’an dan As Sunnah, maka “Al Barokah” memiliki makna dan perwujudan yang tidak jauh berbeda dari makna “Al Barokah” dalam ilmu bahasa.

Untuk sedikit mengetahui tentang keberkahan yang dikisahkan dalam Al Qur’an, dan As Sunnah, maka akan kami hadirkan untuk bersama-sama merenungkan beberapa dalil berikut:

Dalil Pertama:

وَنَزَّلْنَا مِنَ السَّمَاء مَاء مُّبَارَكًا فَأَنبَتْنَا بِهِ جَنَّاتٍ وَحَبَّ الْحَصِيدِ وَالنَّخْلَ بَاسِقَاتٍ لَّهَا طَلْعٌ نَّضِيدٌ {10} رِزْقًا لِّلْعِبَادِ وَأَحْيَيْنَا بِهِ بَلْدَةً مَّيْتًا كَذَلِكَ الْخُرُوجُ -

"Dan Kami turunkan dari langit air yang diberkahi (banyak membawa kemanfaatan) lalu Kami tumbuhkan dengan air itu taman-taman dan biji-biji tanaman yang diketam. Dan pohon kurma yang tingo-tinggi yang memiliki mayang yang bersusun-susun, untuk menjadi rezki bagi hamba-hamba (kami), dan Kami hidupkan dengan air itu tanah yang mati (kering). Demikianlah terjadinya kebangkitan." (Qs. Qaaf: 9-11)

Bila keberkahan telah menyertai hujan yang turun dari langit, tanah gersang, kering keronta menjadi subur makmur, kemudian muncullah taman-taman indah, buah-buahan dan biji-bijian yang melimpah ruah. Sehingga negri yang dikaruniai Allah dengan hujan yang berkah menjadi negri gemah ripah loh jinawi (kata orang jawa) atau,

بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ .

"(Negrimu adalah) negri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun." (Qs. Saba': 15)

Demikianlah Allah Ta'ala menyimpulkan kisah bangsa Saba', suatu negri yang tatkala penduduknya beriman dan beramal sholeh, penuh dengan keberkahan. Sampai-sampai ulama' ahli tafsir mengisahkan bahwa: dahulu, wanita kaum Saba' tidak perlu untuk memanen buah-buahan kebun mereka. Untuk mengambil hasil kebunnya, mereka cukup membawa keranjang di atas kepalanya, lalu melintas di kebunnya, maka buah-buahan yang telah masak dan berjatuhan sudah dapat memenuhi keranjangnya, tanpa harus bersusah-payah memetik atau mendatangkan pekerja yang memanennya.

Sebagian ulama' lain juga menyebutkan bahwa dahulu di negri Saba' tidak ada lalat, nyamuk, kutu, atau serangga lainnya, yang demikian itu berkat udaranya yang bagus, cuacanya yang bersih, dan berkat kerahmatan Allah yang senantiasa meliputi mereka.(Tafsir Ibnu Katsir 3/531. )

Dalil Kedua:

Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan tentang berbagai kejadian yang mendahului kebangkitan hari qiyamat, beliau bersabda:

يقال للأرض: أنبتي ثمرتك وردي بركتك، فيومئذ تأكل العصابة من الرمانة، ويستظلون بقحفها، ويبارك في الرِّسْلِ، حتى إن اللقحة من الإبل لتكفي الفئام من الناس، واللقحة من البقر لتكفي القبيلة من الناس، واللقحة من الغنم لتكفي الفخذ من الناس. رواه مسلم

“Akan diperintahkan (oleh Allah) kepada bumi: tumbuhkanlah buah-buahanmu, dan kembalikan keberkahanmu, maka pada masa itu, sekelompok orang akan merasa cukup (menjadi kenyang) dengan memakan satu buah delima, dan mereka dapat berteduh dibawah kulitnya. Dan air susu diberkahi, sampai-sampai sekali peras seekor onta dapat mencukupi banyak orang, dan sekali peras susu seekor sapi dapat mencukupi manusia satu kabilah, dan sekali peras, susu seekor domba dapat mencukupi satu cabang kabilah.” (Riwayat Imam Muslim)

Demikianlah ketika rizqi diberkahi Allah, sehingga rizqi yang sedikit jumlahnya, akan tetapi kemanfaatannya sangat banyak, sampai-sampai satu buah delima dapat mengenyangkan segerombol orang, dan susu hasil perasan seekor sapi dapat mencukupi kebutuhan orang satu kabilah.

Ibnul Qayyim berkata: “Tidaklah kelapangan rizqi dan amalan diukur dengan jumlahnya yang banyak, tidaklah panjang umur dilihat dari bulan dan tahunnya yang berjumlah banyak. Akan tetapi kelapangan rizqi dan umur diukur dengan keberkahannya.” (Al Jawabul Kafi karya Ibnu Qayyim 56. )

Bila ada yang berkata: Itukan kelak tatkala kiyamat telah dekat, sehingga tidak mengherankan, kerana saat itu, banyak terjadi kejadian yang luar biasa, sehingga apa yang disebutkan pada hadits ini adalah sebagian dari hal-hal tersebut.

Ucapan ini tidak sepenuhnya benar, sebab hal yang serupa –walau tidak sebesar yang disebutkan pada hadits ini- juga pernah terjadi sebelum zaman kita, yaitu pada masa-masa keemasan umat Islam.

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: ”Sungguh dahulu biji-bijian, baik gandum atau lainnya lebih besar dibanding yang ada sekarang, sebagaimana keberkahan yang ada padanya (biji-bijian kala itu-pen) lebih banyak. Imam Ahmad telah meriwayatkan melalui jalur sanadnya, bahwa telah ditemukan di gudang sebagian khalifah Bani Umawiyyah sekantung gandum yang biji-bijinya sebesar biji kurma, dan bertuliskan pada kantung luarnya: “Ini adalah gandum hasil panenan masa keadilan ditegakkan.” (Zaadul Ma’ad oleh Ibnul Qayyim 4/363 & Musnad Imam Ahmad bin Hambal 2/296. )

Seusai kita membaca hadits dan keterangan Imam Ibnul Qayyim di atas, kemudian kita berusaha mencocokkannya dengan diri kita, niscaya yang kita dapatkan adalah kebalikannya, yaitu makanan yang semestinya mencukupi beberapa orang tidak cukup untuk mengenyangkan satu orang, berbiji-biji buah delima hanya mencukupi satu orang,.

Dalil Ketiga:

“Dari sahabat Urwah bin Abil Jaed Al Bariqy radhiallahu 'anhu, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memberinya uang satu dinar agar ia membelikan seekor kambing untuk beliau, maka sahabat Urwah dengan uang itu membeli dua ekor kambing, lalu menjual salah satunya seharga satu dinar. Dan iapun datang menghadap Nabi dengan membawa uang satu dinar dan seekor kambing. Kemudian Nabi mendoakannya agar mendapatkan keberkahan dalam perniagaannya. Sehingga andaikata ia membeli debu, niscaya ia akan mendapatkan keuntungan padanya.” (Riwayat Al Bukhory)

Demikianlah sedikit gambaran tentang peranan keberkahan pada usaha, penghasilan, dan kehidupan manusia, yang digambarkan dalam Al Qur’an dan Al Hadits.

Sebenarnya, masih banyak lagi gambaran tentang peranan keberkahan yang disebutkan dalam Al Qur’an atau hadits, hanya karena tidak ingin terlalu bertele-tele, saya cukupkan dengan tiga dalil di atas sebagai contoh, sedangkan sebagian lainnya InsyaAllah akan disebutkan pada pembahasan selanjutnya.

Wallahua'lam....



Nanga Pinoh, 2 July 2010

Diedit pleh : Abu Abdillah Ad Dani

http://www.pengusahamuslim.com/fatwa-perdagangan/masalah-rezeki/800-kiat-kiat-agar-rizki-anda-barokah.html