Rabu, 23 Juni 2010

Utsulul Iman (Bag Akhir)

  • Keimanan kepada Allah adalah rukun iman yang paling penting dan paling besar. Oleh karena itu, Nabi menyebutkannya lebih dahulu. Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Engkau beriman kepada Allah.” Keimanan kepada Allah mencakup keimanan kepada wujud-wujud-Nya, uluhiyah, nama-nama, dan sifat-sifat-Nya. Jadi, keimanan kepada Allah tidak hanya beriman kepada wujud-Nya semata. Akan tetapi, harus mencakup keimanan kepada empat perkara ini, yakni beriman kepada wujud, rububiyah, uluhiyah, nama, dan sifat-sifat-Nya.
  • Menetapkan adanya malaikat. Malaikat adalah makhluk ghaib yang telah Allah sifati dengan banyak sifat dalam Al Qur’an dan telah disifati oleh Nabi dalam hadits-haditsnya. Cara beriman kepada mereka adalah dengan mengimani nama-nama mereka yang telah kita ketahui. Kita pun mengimani sifat-sifat yang mereka miliki sebatas apa yang telah kita ketahui. Di antaranya, Nabi pernah melihat malaikat Jibril –dalam bentuk aslinya- memiliki enam ratus sayap yang menutupi ufuk. Kewajiban kita berkenaan dengan malaikat adalah kita mempercayai dan mencintai mereka, karena mereka adalah para hamba Allah yang senantiasa melaksanakan perintah-Nya. Allah subhanahu wata’ala berfirman,

وَمَنْ عِندَهُ لا يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِهِ وَلا يَسْتَحْسِرُونَ يُسَبِّحُونَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ لا يَفْتُرُونَ

“…dan malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka tidak mempunyai rasa angkuh untuk beribadah kepada-Nya dan tidak (pula) merasa letih. Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya.” (Al Anbiyaa’: 19-20)

  • Wajib beriman dengan kitab-kitab yang Allah turunkan kepada rasul-Nya. Allah subhanahu wata’ala berfirman,

لَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِالْبَيِّنَاتِ وَأَنزَلْنَا مَعَهُمُ الْكِتَابَ وَالْمِيزَانَ

“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka al kitab dan neraca (keadilan)…” (Al Hadiid: 25)

Kita beriman kepada semua kitab yang Allah turunkan kepada rasul-rasul-Nya, akan tetapi kita mengimaninya secara global dan mempercayai bahwa kitab-kitab itu adalah haq (benar). Adapun secara rinci, kitab-kitab terdahulu mengalami penyelewengan, perubahan, penggantian. Seseorang tidak mungkin dapat menilai mana yang haq dan mana yang bathil. Atas dasar itu, kita katakan, “Kita beriman kepada yang telah Allah turunkan tersebut secara global. Adapun secara rinci, kita merasa khawatir itu adalah di antara hal-hal yang telah diselewengkan dan diubah. Ini dalam hal yang berkaitan dengan keimanan dengan kitab-kitab tersebut. Adapun yang berkaitan dengan pengamalannya, maka yang diamalkan hanyalah apa-apa yang diturunkan kepada Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam semata. Adapun yang selainnya telah dihapus masa berlakunya dengan datangnya syari’at ini. ”

  • Wajibnya beriman kepada Rasul, kita beriman bahwa semua rasul yang diutus oleh Allah adalah benar, membawa kebenaran, benar (jujur) dalam berita yang dikhabarkan, dan benar pula dengan apa-apa yang telah diperintahkan. Dan beriman kepada mereka secara global, yakni pada para rasul yang tidak kita ketahui, dan secara rinci terhadap mereka yang telah kita ketahui. Allah subhanahu wata’ala berfirman,

وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلا مِّن قَبْلِكَ مِنْهُم مَّن قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُم مَّن لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ

“Dan sesungguhnya telah Kami utus beberapa rasul sebelummu, di antara mereka ada yanh Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. ”(Al Ghafir: 78)

Rasul yang telah diceritakan kepada kita dan kita telah mengetahuinya, maka kita mengimani mereka orang-perseorangan. Sedangkan para nabi yang belum diceritakan kepada kita dan kita tidak mengetahuinya, maka kita mengimani secara global. Rasul yang pertama adalah Nabi Nuh ‘alaihissalam, sedang rasul yang terakhir adalah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam. Di antara mereka terdapat lima rasul yang digelari ulul azmi yang nama mereka telah Allah sebutkan secara bersamaan dalam dua ayat dalam Al Qur’an. Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam surat Al Ahzab,

وَإِذْ أَخَذْنَا مِنَ النَّبِيِّينَ مِيثَاقَهُمْ وَمِنكَ وَمِن نُّوحٍ وَإِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ

“Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian dari nabi-nabi dan darimu (sendiri) dari Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa putra Maryam.” (Al Ahzab: 7)

Dan Dia berfirman dalam surat Asy Syuura,

شَرَعَ لَكُم مِّنَ الدِّينِ مَا وَصَّى بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ

“Dia telah mensyari’atkan bagimu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu, ‘Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah di dalamnya. . . ’ “(Asy Syuura: 13)

  • Beriman kepada hari akhir. Hari akhir adalah hari kiamat, dinamakan hari akhir karena hari itu adalah masa putaran terakhir bagi umat manusia. Karena manusia mengalami empat masa:
  1. Masa di perut ibunya,
  2. Dunia ini,
  3. Alam barzah,
  4. Hari kiamat.

Tidak ada masa putaran setelah itu, hanya ada dua kemungkinan; masuk surga atau masuk nereka.

Beriman kepada hari akhir, masuk di dalamnya –sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, “Semua yang dikhabarkan oleh Nabi tentang apa-apa yang terjadi setelah kematian, masuk juga ke dalamnya adalah apa-apa yang akan terjadi di alam kubur. Yakni pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada orang-orang yang telah mati tentang Rabbnya, agama, dan Nabinya. Dan apa-apa yang akan manusia dapatkan di alam kubur, baik berupa kenikmatan atau siksaan. ”

  • Wajibnya beriman kepada taqdir, yang baik dan yang buruk. Hal itu dengan mengimani empat perkara,
  1. Mengimani bahwa ilmu Allah meliputi segala sesuatu, baik secara global, secara rinci, sejak dahulu hingga selama-lamanya.
  2. Mengimani bahwa Allah telah mencatat taqdir segala sesuatu sampai hari kiamat di lauhul mahfuzh.
  3. Mengimani bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam ini terjadi dengan kehendak Allah, tidak ada sesuatu apapun yang lepas dari kehendak-Nya.
  4. Mengimani bahwa Allah menciptakan segala sesuatu. Oleh karena itu, segala sesuatu adalah makhluk ciptaan Allah, baik itu terjadi dengan perbuatan yang khusus dimiliki oleh-Nya, seperti menurunkan air hujan, mengeluarkan tumbuh-tumbuhan, atau perbuatan hamba dan perbuatan para makhluk, karena kehendak dan kemampuan. Sedangkan kehendak dan kemampuan adalah di antara sifat-sifat hamba. Sedangkan hamba dan sifat-sifatnya adalah makhluk Allah. Oleh karena itu, segala sesuatu yang ada di dalam semesta ini adalah hasil ciptaan Allah. Allah telah menakdirkan segala sesuatu hingga hari kiamat. Lima puluh ribu tahun sebelum diciptakannya langit dan bumi.

Apapun yang telah ditakdirkan atas seseorang, tidak mungkin meleset darinya. Dan apapun yang tidak Dia takdirkan, tidak akan menimpanya. Inilah keenam rukun-rukun iman yang telah dijelaskan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam dan iman seseorang tidak akan sempurna kecuali dengan mengimani semua rukun-rukun tersebut.

  • Di antara faedah yang ada di dalam hadits ini adalah penjelasan tentang ihsan. Ihsan adalah seseorang beribadah kepada Rabbnya dengan peribadahan raghbah (harapan) dan tholab (memohon), seolah-olah ia melihatnya, lalu ia suka untuk mencapainya. Ini adalah derajat ihsan yang paling sempurna. Jika ia tidak sampai pada keadaan seperti ini, ia berada pada tingkatan yang ke dua, yaitu: beribadah kepada Allah dengan peribadahan khauf (takut) dan harab (lari) dari siksanya. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jika engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu.” Yakni, jika engkau tidak beribadah kepada-Nya seolah-olah engkau melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia (Allah) melihatmu.
  • Pengetahuan tentang hari kiamat tersembunyi, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah. Maka barangsiapa mengaku bahwa dia mengetahuinya, maka dia pendusta besar. Bahkan pengetahuan tentang hal itu tidak diketahui oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam sekalipun. Padahal yang paling utama dari kalangan malaikat dan manusia adalah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan Jibril.
  • Hari kiamat memiliki tanda-tanda, sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala,

فَهَلْ يَنظُرُونَ إِلا السَّاعَةَ أَن تَأْتِيَهُم بَغْتَةً فَقَدْ جَاء أَشْرَاطُهَا

“Maka tidaklah yang mereka tunggu-tunggu melainkan hari kiamat (yaitu) kedatangannya kepada mereka dengan tiba-tiba, karena sesungguhnya telah datang tanda-tandanya.” (Muhammad: 18)

Dan ulama telah membagi tanda-tanda kiamat menjadi tiga macam:

  1. Yang telah berlalu.
  2. Senantiada datang dengan bentuk yang baru.
  3. Tidak datang kecuali tepat menjelang hari kiamat. Dan itu adalah tanda-tanda kiamat yang besar, seperti: turunnya Isa bin Maryam, Dajjal, Ya’juj dan Ma’juj, dan terbitnya matahari dari sebelah barat.

Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam telah menyebutkan beberapa tanda hari kiamat, yaitu: (Budak wanita melahirkan tuannya), yakni: Seseorang wanita statusnya hamba sahaya, lalu wanita tersebut melahirkan anak perempuan, sampai anak tadi menjadi orang yang memiliki semisal ibunya. Ini merupakan ungkapan tentang cepat, banyak, dan tersebarnya harta di tengah-tengah manusia. Dan yang memperkuat hal itu adalah perumpamaan yang datang setelahnya, yaitu: “Engkau akan melihat orang-orang yang tidak beralas kaki, telanjang lagi miskin, para penggembala kambing saling berlomba-lomba membuat bangunan yang tinggi. ”

  • Baiknya pengajaran Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam, yang mana beliau Shalallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepada para shahabatnya, apakah mereka mengetahui orang yang bertanya tadi apa tidak, dalam rangka memberikan pengajaran kepada mereka melalui orang tersebut. Cara ini lebih mengena daripada beliau mengajarkan kepada mereka secara langsung (tanpa diawali dengan pertanyaan), karena jika beliau bertanya kepada mereka kemudian beliau memberitahukan kepada mereka setelah itu, maka yang demikian itu lebih mendorong untuk memahami dan meresapi apa yang beliau katakan.
  • Orang yang bertanya tentang ilmu dapat dianggap sebagai orang yang memberikan pengajaran. Telah lewat isyarat akan hal itu. Akan tetapi, Saya ingin menjelaskan bahwa seseorang seyogyanya bertanya apa-apa yang dibutuhkan oleh orang-orang, kendati ia mengetahuinya, dalam rangka mendapatkan pahala pengajaran. Dan Allahlah Dzat Pemberi Taufik.

Semoga Apa apa yang telah kami sampaikan memberikan manfaat bagi kaum Muslimin. Selawat dan Salam semoga selalu tercurah kepada junjungan kita NabiAllah dan RasulNya Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam.

Wallahu a’lam..

(Dinukil untuk Blog Ulama Sunnah dari Syarah Arbain An Nawawiyah oleh Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, penerjemah Abu Abdillah Salim, Penerbit Pustaka Ar Rayyan. Silakan dicopy dengan mencantumkan URL http: //ulamasunnah. wordpress.com)

Nanga Pinoh, 30 Mei 2010

Diedit oleh : Dani Abu Abdillah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tafaddhol,, tinggalkan komentar...