Rabu, 23 Juni 2010

Utsulul Iman (Bag 2)

(Lanjutan Faedah dari Bagian pertama)

  • Seseorang boleh bertanya tentang sesuatu yang telah diketahui dalam rangka memberikan pelajaran kepada orang yang belum mengetahui, karena Jibril telah mengetahui jawaban dari pertanyaan tersebut, berdasarkan ucapannya dalam hadits, “Engkau benar.” Akan tetapi jika si penanya bermaksud agar orang yang berada di sekitar orang yang menjawab tersebut dapat mengambil pelajaran, maka yang seperti itu dapat dianggap memberikan pelajaran kepada mereka.
  • Orang yang menjadi sebab dapat dihukumi sama dengan orang yang melakukan perbuatan tersebut secara langsung, jika perbuatan itu dilandasi oleh suatu sebab. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

“Dia adalah Jibril, dia datang kepada kalian untuk mengajarkan urusan agama kepada kalian.”

Padahal orang yang memberikan pengajaran secara langsung (kepada para shahabat) adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Akan tetapi, karena Jibril dengan pertanyaan yang ia lontarkan itu, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menganggapnya sebagai orang yang memberikan pengajaran (kepada mereka).

  • Penjelasan bahwa rukun Islam ada lima, karena Nabi menjawab dengan jawaban seperti beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Islam adalah engkau bersaksi bahwa tiada Illah yang hak diibadahi dengan benar kecuali Allah, dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, membayar zakat, berpuasa di bulan ramadhan, dan engkau berhaji ke Baitullah, jika engkau mampu untuk melakukannya.”
  • Seseorang harus mengikrarkan syahadat dengan lisannya dan meyakini dengan hatinya, bahwa tiada Ilah yang hak diibadahi dengan benar kecuali Allah. Makna “Illah” adalah tidak ada sesembahan yang hak kecuali Allah. Engkau bersaksi dengan lisanmu dan meyakini dengan hatimu bahwa tidak ada sesembahan apapun yang hak –dari segenap makhluk, baik dari kalangan nabi, wali, orang-orang shaleh, pepohonan, bebatuan, dan lain-lainnya, kecuali Allah. Dan segala sesuatu yang diibadahi selain Allah adalah bathil. Berdasarkan firman Allah subhanahu wata’ala,

ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِن دُونِهِ هُوَ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ

“(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, dialah (Rabb) yang haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain Allah, itulah yang batil. Dan sesungguhnya Allah, Dialah yang Maha Tinggi lagi Maha besar. (Al Hajj: 62).

  • Agama ini tidak sempurna, kecuali dengan persaksian bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam adalah Muhammad bin Abdillah Al Qurasyi (dari suku Quraisy) Al Hasyimi (dari kalangan Bani Hasyim). Barangsiapa yang ingin mengetahui secara lengkap ikhwal rasul yang mulia ini, hendaknya ia membaca Al Qur’an, hadits, dan kitab-kitab tarikh (buku sejarah Islam).
  • Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah menyatukan syahadat “Laa ilaaha illallah” dan “Muhammad Rasulullah” ke dalam satu rukun. Yang demikian itu karena ibadah tidaklah sempurna kecuali dengan dua perkara ini, yakni: Ikhlas untuk Allah (memurnikan peribadahan hanya untuk Allah semata). Inilah yang dikandung oleh syahadat bahwa tiada ilah yang hak diibadahi dengan benar kecuali Allah. Dan mutabaah yaitu sesuai dengan yang beliau shallallahu ‘alaihi wasallam ajarkan, dan inilah yang dikandung dari syahadat bahwa Muhammad utusan Allah. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyatukan kedua syahadat ini ke dalam satu rukun. Dalam hadits ‘Umar, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Islam dibangun di atas lima perkara; Persaksian bahwa tiada ilah yang diibadahi dengan benar kecuali Allah, dan Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya, mendirikan shalat……” (Shahih dikeluarkan oleh Al Bukhari di dalam (Al Iman/8/Fath), Muslim di dalam (Al Iman/16/Abdul Baqi).
  • Keislaman seorang hamba tidak sempurna hingga ia mendirikan shalat. Mendirikan shalat yaitu dengan mengerjakan shalat tersebut dengan istiqamah, sesuai dengan tuntunan yang telah dibawa oleh syari’at. Mendirikan shalat ini ada yang dikerjakan sekedar yang wajib-wajibnya saja, dan ada yang dikerjakan secara sempurna. Yang wajib-wajib dalam shalat adalah dengan melakukan batas minimal dari hal-hal yang telah diwajibkan dalam shalat tersebut. Sedangkan pelaksanaan shalat yang sempurna yaitu dengan melaksanakan berbagai hal yang dapat menyempurnakan pelaksanaan shalat tersebut sesuai dengan apa yang telah dikenal dalam Al Qur’an, hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dan ucapan-ucapan para ulama.
  • Keislaman seorang hamba tidak sempurna hingga menunaikan zakat. Zakat adalah harta yang diwajibkan berupa harta-harta yang dikenai zakat, mengeluarkan dan memberikannya kepada orang yang berhak menerimanya. Allah telah menjelaskan ini ke dalam surat At Taubah dalam firman Allah subhanahu wata’ala,

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاء وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِّنَ اللّهِ وَاللّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”(At Taubah: 60).

  • Adapun puasa ramadhan, ialah beribadah kepada Allah dengan menahan diri dari segala hal yang dapat membatalkan, dimulai dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari. Ramadhan adalah bulan antara bulan Sya’ban dan bulan Syawal. Adapun berhaji ke Baitullah, ialah menuju Mekkah untuk melaksanakan manasik haji, dan disyaratkan adanya kemampuan, karena secara umum di dalam pelaksanaannya ditemui berbagai hal yang memberatkan dan menyulitkan. Tidak hanya pada ibadah haji semata, ternyata seluruh kewajiban disyari’atkan adanya faktor kemampuan. Berdasarkan firman Allah subhanahu wata’ala,

فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ

“Bertaqwalah kepada Allah menurut kemampuan.” (At Taghaabun: 16)

  • Dan di antara faedah yang telah dibakukan oleh para ulama adalah, “Tidak ada kewajiban bersama ketidakmampuan, dan tidak ada keharaman bersama keadaan darurat.”
  • Utusan dari kalangan malaikat (Jibril) mensifati utusan dari kalangan manusia (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam) dengan sifat benar (jujur). Sungguh Jibril telah berlaku benar pada apa yang telah ia sifatkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan sifat benar (jujur), karena memang Nabi adalah makhluk yang paling benar.
  • Kecerdasan para shahabat yang mana mereka merasa keheranan. Bagaimana mungkin seorang yang bertanya menilai benar orang yang ditanya. Pada umumnya, orang yang bertanya tidak mengetahui. Sedangkan orang yang tidak mengetahui, tidak mungkin menghukumi ucapan seseorang bahwa dia benar atau dusta. Akan tetapi keheranan itu hilang setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan, “Dia adalah Jibril, ia datang kepada kalian untuk mengajarkan kepada kalian urusan agama kalian. ”
  • Keimanan mencakup enam perkara: Beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan takdir yang baik dan yang buruk.
  • Pembedaan antara islam dan iman. Hal ini ketika kedua kata itu disebutkan secara bersama-sama. Islam ditafsirkan dengan amalan-amalan anggota badan (amalan zhahir), sedangkan iman dengan amalan-amalan hati (batin). Akan tetapi, ketika salah satu kata itu disebutkan begitu saja (tanpa diiringi dengan yang lainnya), maka masing-masing dari kata itu mencakup kata yang lainnya, mencakup Islam dan Iman. Adapun jika keduanya disebutkan secara bersamaan, maka masing-masing dari keduanya ditafsirkan dengan makna yang telah ditunjukkan oleh hadits ini. Firman Allah subhanahu wata’ala,

وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِينًا

“Dan telah Aku ridhai Islam menjadi agamamu.” (Al Maa’idah: 3)

Dan firman-Nya,

دِينًا الإِسْلاَمِ غَيْرَ يَبْتَغِ وَمَن

“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam.” (Ali Imran: 85)

(Dinukil untuk Blog Ulama Sunnah dari Syarah Arbain An Nawawiyah oleh Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, penerjemah Abu Abdillah Salim, Penerbit Pustaka Ar Rayyan. Silakan dicopy dengan mencantumkan URL http: //ulamasunnah. wordpress.com

Ng Pinoh, 30 Mei 2010

Diedit oleh : Dani Abu Abdillah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tafaddhol,, tinggalkan komentar...