Rabu, 23 Juni 2010

Hukum Menikahi Wanita yang Pernah Berzina

oleh : Ustadz Abdullah Roy Hafidzahullah

Tanya: Assalamualaikum, saya mau bertanya seputar pernikahan, saya mempunyai calon istri tapi masa lalu istri saya buruk sekali dia pernah berzinah dengan 3 orang pria tapi dia sudah terbuka dan jujur kepada saya dan ingin bertobat, beda umur saya dengan dia sekitar 2 tahun,yang jadi pertanyaan saya bolehkah saya menikahi dia, dan dampak buruk apa saya menikahi wanita yang pernah berzinah dengan pria lain, mohon jawabannya dan terimakasih sebelumnya (Hamba Allah)

Jawab:

Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.
Seorang muslim pada asalnya dianjurkan untuk mencari pasangan yang shalih dan shalihah, yang menjaga kehormatannya, dan bisa mendidik anak-anaknya dengan baik. Adapun menikahi wanita yang pernah berzina maka pendapat yang kuat: boleh menikahi wanita yang pernah berzina apabila terpenuhi dua syarat:

1. Taubat yang nasuha

Yaitu taubat yang terpenuhi syarat-syaratnya: penyesalan yang mendalam, meninggalkan perbuatan zina tersebut, dan berniat tidak akan mengulangi perbuatan tersebut di masa yang akan datang. Alasannya apabila dia belum bertaubat maka statusnya adalah pezina, dan kita dilarang untuk menikahi wanita pezina sebagaimana dalam firman Allah yang artinya: “Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina, atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mu’min”. (QS. 24:3))
Berkata Ibnu Katsir: Rahimahullah, “Dari sini Imam Ahmad bin Hambal berpendapat bahwa tidak sah akad antara laki yang menjaga kehormatan dengan wanita yang pezina selama wanita tersebut belum diminta bertaubat, apabila bertaubat maka sah, jika tidak maka tidak sah. Demikian pula tidak sah menikahkan wanita yang menjaga kehormatannya dengan laki-laki yang pezina sampai laki-laki tersebut bertaubat dengan taubat yang benar ” (Tafsir Ibnu Katsir 10/165-166, Muassasah Qurthubah)

Adapun setelah taubat maka statusnya bukan pezina, seperti orang kafir apabila bertaubat maka tidak dinamakan kafir lagi, orang musyrik apabila bertaubat maka tidak dinamakan musyrik lagi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya : “Orang yang bertaubat dari sebuah dosa maka dia seperti orang yang tidak punya dosa” (HR.Ibnu Majah, dan dihasankan Syeikh Al-Albany )

Berkata Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah: “Menikahi wanita pezina adalah haram sampai dia bertaubat, sama saja apakah yang menzinahi dia atau yang lain, ini yang benar tanpa ada keraguan, dan ini adalah pendapat sebagian salaf dan khalaf, diantaranya Ahmad bin hambal dan yang lainnya, dan sebagian besar dari salaf membolehkan (meski tidak bertaubat), dan ini adalah pendapat 3 imam yaitu (Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafi’i). (Majmu’ Fatawa 32/109-110).
Berkata Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin: “Maka sesungguhnya wanita pezina tidak halal dinikahi sampai dia bertaubat, demikian pula lelaki pezina tidak boleh seorang wanita menikah dengannya kecuali setelah dia (lela bertaubat” (Liqa’at Al-Bab Al-Maftuh)

2. Istibra (meyakinkan bersihnya kandungan)

Kalau dia hamil maka sampai dia melahirkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir menyiramkan airnya di tanaman orang lain” yaitu mendatangi wanita-wanita hamil” (HR. Abu Dawud, dan dihasankan Syeikh Al-Albany)
Adapun kalau tidak hamil maka ‘iddahnya satu kali haidh. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang tawanan-tawanan Authas, “(Budak)wanita yang hamil tidak boleh disetubuhi sampai dia melahirkan, dan (budak) wanita yang tidak hamil tidak boleh disetubuhi sampai haidh sekali (HR. Abu Dawud, dari Abu Said Al-Khudry dan dishahihkan Syeikh Al-Albany)

Berkata Syeikhul Islam: “Yang benar bahwasanya yang wajib bagi wanita (yang berzina) tersebut hanya istibra’ saja, karena dia bukan seorang istri yang wajib baginya ‘iddah, dan tidaklah keadaan wanita tersebut lebih besar daripada budak wanita yang diharuskan bersih kandungannya yang dinasabkan anaknya kepada majikannya. Kalau dia (budak wanita) tersebut tidak wajib kecuali istibra’ saja maka wanita yang berzina lebih berhak” (Majmu’ Fatawa 32/110)

Apabila terkumpul dua syarat di atas maka boleh menikahi wanita tersebut baik yang menikahi adalah laki-laki yang menzinahi atau yang lain. Dan hendaknya laki-laki tersebut mengarahkannya kepada kebaikan, mendekatkannya kepada agama, dan mencarikan teman-teman yang shalihah. Semoga Allah memberi barakah padanya.

Kemudian perlu saya ingatkan bahwa wanita tersebut sebelum akad nikah adalah wanita asing, oleh karenanya haram atas antum apa yang diharamkan bagi laki-laki yang bukan mahram, seperti berduaan dengannya, bepergian dengannya dll. Dan hendaknya antum dan juga wanita tersebut menutupi aibnya sebisa mungkin, dan jangan membuka apa yang sudah Allah tutupi.

Wallahu a’lam.

Nanga Pinoh, 08 Juni 2010

Diedit oleh : Abu Abdillah Ad Dani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tafaddhol,, tinggalkan komentar...