Rabu, 23 Juni 2010

Kebijakan Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam Dalam Mengentaskan Kemiskinan

Pada masa jahiliyah, bangsa Arab sangat dipengaruhi oleh cara berpikir dan sistem perekonomian orang Yahudi. Dalam bidang ekonomi, bangsa Yuhudi menjalankan system riba’. Mereka sangan mahir dalam hal ini dan selalu melakukannya disetiap tempat tidak terkecuali di Makkah dan Madinah.

Setelah islam datang. Ikatan akidah yang kuat telah merubah sistem ini menjadi sistem persaudaraan, gotong royong dan saling membantu. Islam sangat menekankan sisi persaudaraan sesame muslim dalam memperkuat keutuhan masyarakat. Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam selalu menekankan pentingnya persaudaraan dan semangat untuk ta’awun (tolong menolong).

Dahulu ketika kaum Muhajirin berhijrah ke Madinah. Mereka mengalami problematika sosial dan ekonomi. Kaum Muhajirin tidak memiliki modal, sebab seluruh harta mereka sudah ditinggalkan (di Makkah). Mereka juga tidak memiliki lahan pertanian di Madinah, bahkan kaum Muhajirin tidak memiliki pengalaman dalam bidang pertanian. Maka ketika kaum Anshar menawarkan membagi kebun kurma mereka untuk kaum muhajirin, beliau Shallallahu’alaihi wa sallam menolaknya. Karena beliau takut hasil pertanian Madinah akan menurun karenanya. Akhirnya kaum Anshar tetap memiliki kebun mereka namun hasilnya dinikmati bersama.

Kaum Anshar pun rela menghibahkan rumah rumah mereka kepada Rasululullah Shallallahu’alaihi wa sallam. Namun beliau Shallallahu’alaihi wa sallam menolaknya. Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam membangun rumah rumah untuk kaum muhajirin di area tanah yang dihibahkan kaum Anshar dan di area tanah tak bertuan.

Rasulullah Sahallallahu’alaihi wa sallam mengembangkan dua sektor yang sangat penting untuk mendongkrak perekonomian yaitu perdagangan dan sector agrarian (pertanian dan perkebunan). Seperti yang digambarkan oleh Abu Hurairaoh Radiallahu anhu, “Sesungguhnya rekan rekan kita dari kalangan muhajirin sibuk mengurusi perdagangan mereka di pasar dan rekan rekan dari kalangan Anshar sibuk mengelola harta mereka. Yakni sibuk bercocok tanam. Dalam riwayat muslim tercantum, “Mereka sibuk mengolah tanah mereka. Dalam riwayat Ibnu sa’d tertera, “Mereka sibuk mengelola tanah mereka”.

Sekalipun kaum Anshar telah menyerahkan semua yang mereka miliki dan menunjukkan kedermawanan, namun tetap saja dibutuhkan suatu peraturan dan undang undang yang menjamin kesejahteraan kaum Muhajirin dan menjauhkan mereka dari perasaan bahwa mereka hanya menjadi beban bagi kaum Anshar. Oleh karena itu disyariatkanlah undang undang persaudaraan pada tahun pertama hijriyah.

Ketika itu Rasulullah Shallallahu’alihi wa sallam mempersaudarakan 45 orang kaum Muhajirin dengan 45 orang dari kalangan Anshar. Hal ini menyebabkan adanya hal hal khusus bagi dua orang yang dipersaudarakan. Seperti membantu secara mutlak dalam menghadapi segala macam problematika kehidupan baik moral maupun materil.

Setelah kaum Muhajirin mampu menyesuaikan diri dengan iklim kota Madinah dan mengetahui sumber sumber mata pencarian serta mendapatkan harta rampasan pada perang badar yang mencukupi kebutuhan mereka. Maka kembalilah hukum waris pada kondisi semula. Yaitu sesuai dengan hubungan kekerabatan. Dengan begitu dihapuslah hukum saling mewarisi antar dua orang yang saling dipersaudarakan sesuai dengan nash Al Qur’an.

Akan tetapi semua tidak cukup sampai disitu. Khususnya setelah perang Khondak gelombang hijrah ke Madinah terus berlanjut. Sebagian mereka yang baru datang, tidak mengenal siapapun di Madinah Sehingga mereka seperti orang asing yang membutuhkan nafkah dan tempat tinggal yang layak.

Untuk mengatasi hal itu, Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam memerintahkan agar dinding luar masjid sebelah belakang diberi atap. Atap itu kemudian dikenal dengan sebutan Ash-Suffah atau tempat berteduh. Namun tidak ada dinding yang menutup bagian samping bangunan tersebut. Orang orang yang tinggal disana disebut Ahli Shuffah. Tempat ini mampu menampung banyak orang. Diberitakan bahwa jumlah mereka sebanyak 70 orang, lalu bertambah dan berkurang seiring dengan arus hijrah ke Madinah.

Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam sangat memperhatikan kehidupan para Ahli Shuffah, beliau Shallallahu’alaihi wa sallam selalu mendahulukan mereka dalam memberikan infak dan makanan apabila beliau Shallallahu’alaihi wa sallam memiliki kelebihan harta.

Selanjutnya Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam mengusulkan pembuatan tali diantara dua ruangan bagian atas masjid, dan memerintahkan agar setiap orang dari kaum Anshar mengeluarkan setandan kurma dari kebun masing masing untuk ahli Shuffah dan fakir miskin. Lalu para sahabat mengikat tandan tandan (kurma) tersebut di tali itu yang terkumpul kurang lebih dari dua puluh tandan.

Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam mengingatkan kepada para sahabatnya untuk menginfakkan harta mereka kepada ahli Shuffah. Maka para sahabatpun berlomba berbuat kebaikan kepada ahli Shuffah. Para hartawan dari kalangan sahabatpun berlomba lomba mengirimkan makanan kepada mereka.

Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam membagi para ahli Shuffah kepada para Sahabat selepas sholat isya’,agar mereka dijamu dirumah para sahabat tersebut. Kejadian ini terjadi diawal hijrah. Ketika Allah ta’ala telah mencukupi kebutuhan mereka. Maka tidak perlu lagi mengajak mereka makan dirumah sahabat.

Tidak diragukan lagi, siapa saja pasti takjub melihat bentuk persaudaraan yang kokoh serta sikap mendahulukan kepentingan orang lain yang mereka terapkan. Hal seperti ini tidak akan pernah didapat dalam sejarah manusia manapun kecuali dalam sejarah islam.

Dengan cara diatas akan terjadi jaringan social yang sangat kuat antara si kaya dengan si miskin. Si kaya mengeluarkan hartanya untuk membantu masyarakat dan menutup celah celah yang nampak dalam pembangunan sektor ekonomi yang disebabkan perbedaan pendapatan. Mereka akan mengeluarkan zakat sebagai bentuk penunaian kewajiban dari Allah dalam rangka memenuhi kebutuhan kaum fakir miskin. Kaum fakir miskin pun akan merasa gembira jika harta si kaya semakin banyak karena mereka juga akan mendapatkan kebaikan darinya.

Kaum hartawan dan kaum dhu’afa akan sama sama berjuang dalam satu barisan. Tanpa adanya kesenjangan. Islam telah mempersaudarakan mereka. Inilah bentuk masyarkat Muslim di Madinah yang dibina langsung oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam.

Telah tercatat dalam sejarah bahwa Utsman bin Affan radiallahuanhu pernah menginfakkan hartanya sebesar seribu ekor unta lengkap dengan gandum, minyak dan kismis. Untuk orang miskin dikalangan kaum muslimin. Padahal pada saat itu para pedagang telah menawarkan keuntungan baginya sampai lima kali lipat dari modal yang dikeluarkannya. Ia hanya menimpali, “Aku mendapat keuntungan yang lebih besar dari itu”, mereka berkata, “Siapa yang sanggup memberikan keuntungan yang lebih besar dari kami karena hanya kamilah para pedagang di Madinah?” Utsman radiallahuanhu menjawab, “Allah ta’ala telah memberikan keuntungan bagiku sepuluh kali lipat”. Lalu ia bagikan hartanya kepada fakir miskin.

Contoh seperti ini begitu banyak terjadi pada zaman Salafus Sholeh. Oleh karena itu tidak pernah terjadi pertikaian dan perbedaan antar tingkatan social masyarakat. Masyarakat muslim tidak pernah mengenal adanya penindasan si kaya kepada si miskin. Atau penguasa terhadap rakyatnya. Juga tidak ada pengelompokan manusia berdasarkan ras atau warna kulit. Kaum muslimin semuanya sama. Tidak ada yang lebih utama antara yang satu dengan yang lainnya, kecuali dalam hal ketakwaan kepada Allah.

Masyarakat muslim terbuka bagi siapa saja. Tidak pernah ada dalam islam larangan gadis kaya dinikahi oleh pemuda miskin, atau sebaliknya.Tidak ada juga perbedaan derajat, status social atau yang semisal dengannya.

Dengan demikian keistimewaan islam akan tetap tampak dalam pembangunan masyarakat yang kuat dan kokoh diatas pondasi Persaudaraan serta cinta kasih, buah dari keimanan kepada Allah ta’ala. Bukan dengan dasar kebencian, iri atau dengki yang hanya akan menyebabkan kehancuran.

Apabila kaum muslimin pada zaman sekarang ini ingin lepas dari kehinaan, maka tegakkanlah Tauhidullah (ketauhitan kepada Allah), ikutilah Sunnah Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sllam dan jalan para Salafus Sholih. Tinggalkanlah sitem system kuffar. Kembalilah kepada Al Qur’an dan As Sunnah ala fahmi salaf (Al Qur’an dan As Sunnah berdasarkan pemahaman Sahabat). Niscaya Allah akan mengangkat kehinaan itu dari tubuh kaum muslimin.

Wallahua’lam.

Referensi :

Siroah Shahihah tulisan Dr. Akram Dhiya’at al Umari.

Shahih al Bukhari

Fathul Bari karya Ibnu Hajar al-Asqalni

Tahdzib Sirah Ibnu Hisyam Karya Abdus Salam Harun

Nanga Pinoh, Kalbar

Diedit dan ditulis kembali oleh : Abu Abdillah Ad Dani

(Majalah As Sunnah Edisi 05 Thn XIII, Bertahan Hidup di Masa Sulit, hal 28-29 oleh Ustadz Abu Ihsan al Atsari Hafidzhullah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tafaddhol,, tinggalkan komentar...